Jumat, 29 Mei 2009

PENGOLAHAN BUAH SEMANGKA DAN PENGUJIAN MUTUNYA BUAH SEMANGKA

Latar Belakang Pangan

Fungsi pangan yang utama atau fungsi primer (primary function) bagi manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan zat-zat gizi tubuh, sesuai dengan jenis kelamin, usia, berat badan dan aktivitas fisik. Selain memiliki fungsi primer, bahan pangan juga mempunyai fungsi sekunder (secondary function), yaitu memiliki penampakan dan cita rasa yang baik. Tuntutan konsumen terhadap bahan pangan pun mengalami perubahan. Bahan pangan yang kini mulai banyak diminati konsumen bukan saja bahan pangan yang mempunyai komposisi gizi yang baik serta penampakan dan cita rasa yang menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh. Fungsi yang demikian dikenal sebagai fungsi tersier (tertiary function) atau bisa juga disebut sebagai Pangan Fungsional (Astawan, 2003).

Pangan fungsional menurut Badan POM dalam Ardiansyah (2005) adalah pangan yang secara alamiah maupun telah melalui proses, mengandung satu atau lebih senyawa kimia yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan, serta dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman, mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen. Selain tidak memberikan kontra indikasi dan tidak memberi efek samping pada jumlah penggunaan yang dianjurkan terhadap metabolisme zat gizi lainnya

Ada beragam jenis pangan fungsional bila dilihat dari sumber bahan baku yang digunakan, beberapa diantaranya yaitu pangan fungsional yang berasal dari hasil fermentasi susu seperti kefir, yoghurt, dan yakult yang dapat menetralisir racun termasuk sisa makanan yang membusuk pada colon oleh senyawa antimikroba dari bakteri asam laktat yang dihasilkan pada proses fermentasi susu (Sukmana, 2005). Pangan fungsional yang berasal dari kacang-kacangan seperti kacang kedelai sebagai bahan baku tempe dan tahu yang memberikan pengaruh hipokolesterolemik (dapat menurunkan lipid dalam darah) dan antidiare (Rohdiana, 2002). Tempe juga memiliki kandungan daidzein dan genestein yang berperan untuk menurunkan kolesterol dan mencegah kanker (Astawan, Kedua fitokimia pangan ini (daidzein dan genestein) merupakan senyawa yang bekerja mirip hormon estrogen pada manusia. Sedangkan pangan fungsional yang berasal dari umbi-umbian, contohnya keripik dari umbi jalar ungu, kaya akan antosianin (yang dapat menekan resiko kanker sekaligus memperbaiki penglihatan (Setyawan, 2007).

Begitu juga dengan buah-buahn. Pada buah-buahan ini terdapat senyawa-senyawa penting yang dibutuhkan oleh tubuh contohnya seperti : vitamin dan mineral. Pada vitamin C (asam askorbat) merupakan zat antioksidan yang dapat menghambat proses oksidasi.

1. Buah
Buah adalah bagian tanaman dari hasil perkawinanan putik dan benangsari. Pada umumnya bagian tanaman ini merupakan tempat biji. Dalam pengertian sehari-hari buah diartikan sebagai “pencuci mulut” (desserts), misalnya mangga, papaya, pisang, semangka dan sebagainya (Muchtadi, 1992).

Menurut swaramerdeka (2003) buah adalah salah satu jenis makanan yang memiliki kandungan gizi , vitamin, dan mineral yang pada umumnya sangat baik untuk dikonsumsi setiap hari.
2.2.1 Struktur dan anatomi buah
2.2.1.1 Sistem Jaringan Kulit
Sistem jaringan kulit yang diwakili oleh epidermis merupakan lapisan pelindung luar tanaman. Fungsinya yaitu sebagai pengatur berbagai proses fisika dan fisiko kimiawi pada buah-buahan yang telah dipanen dan tergantung pada sifat lapisan-lapisan epidermal.
2.2.1.2 Sistem Dasar
2.2.1.2.1Parenkim fungsinya sebagai sel parenkim dapat menimbun zat-zat seperti pati , protein, minyak dan sebagainya.
2.2.1.2.2 Kolenkim fungsinya sebagai jaringan penguat atau jaringan-jaringan penunjang.
2.2.1.2.3 Sklerenkim fungsinya sebagai penunjang organ-organ tumbuhan.
1.2.1.2 Sistem Berkas Pengangkut
Terdiri atas dua jaringan pengangkut yaitu xylem dan floem. Fungsi dari xylem yaitu mengangkut air dan nutrient mineral yang larut, sedangkan fungsi dari floem yaitu mengangkut zat makanan yang disintesis di daun.
2.2.2 Komposisi Buah-buahan
Setiap macam buah mempunyai komposisi yang berbeda-beda dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu perbedaan varietas, keadaan iklim tempat tumbuh, pemeliharaan tanaman, cara pemanenan, tingkat kematangan waktu panen, kondisi selama pemeraman, dan kondisi penyimpanan.




2.2.2.1 Karbohidrat
2.2.2.1.1 Pati
Buah-buahan mengandung pati yaitu sebagai hasil dari fotosintesis. Kandungan pati pada buah-buahan akan terus bertambhan selama proses pendewasaan sel, tetapi ada beberapa jenis buah-buahan lain kandungan pati mula-mula meningkat kemudian menurun
2.2.2.1.2 Gula
Kandungan gula beberapa jenis buah-buahan ada yang klimaterik selama proses pendewasaan sel (misalnya mangga) dan ada juga yang klimaterik selama pertumbuhan dan pendewasaan sel kenaikan kandungan gulanya sangat sedikit atau tidak ada sama sekali (misalnya tomat). Ada juga beberapa jenis buah non-klimaterik kandungan gula yang mula-mula tinggi sebelum dewasa (misalnya jeruk).
2.2.2.1.3 Pektin
Pektin dalam buah terdapat dalam bentuk pektik yang mudah terhidrolisa. Zat pektik dalam buah akan mempengaruhi kekerasan (tekstur) buah tersebut. Selama proses pematangan zat pektik akan terhidrolisa menjadi komponen yang larut dalam air sehingga total zat pektik akan menurun dan komponen yang larut air akan meningkat jumlahnya yang mengakibatkan buah menjadi lunak.
2.2.2.2 Vitamin dan Mineral
Buah-buahan umumnya merupakan sumber vitamin C dan provitamin A, disamping B1 serta beberapa macam mineral seperti kalsium dan besi.
2.2.2.3 Pigmen
2.2.2.3.1 Klorofil
Klorofil banyak terdapat pada buah-buahan yang berwarna hijau. Selama proses pematangan buah akan terjadi degradasi klorofil dan muncul berwarna dari pigmen-pigmen lain, sehingga buah akan berubah menjadi warna kuning, oranye atau merah.
2.2.2.3.2 Karotenoid
Pigmen karotinoid yang terdapat pada buah misalnya likopen yang terdapat pada buah tomat, semangka dan papaya, akan memberikan warna merah ; karoten yang terdapat pada jagung, ”peach”, akan memberikan warna oranye ; serta santofil yang terdapat pada jagung akan memberikan warna kuning-oranye.
2.2.2.3.3 Flavoid
Antosianin merupakan pigmen yang memberikan warna putih dan kuning, misalnya pada buah apel dan pisang. Pigmen ini bersifat peka tehadap perubahan pH, didalam larutan alkali, pigmen ini akan berubah warnanya menjadi kuning karena terbentuk senyawa calkon.

Tanin merupakan pigmen yang tidak berwarna dan terdapat dalam buah apel, salak, dan pisang. Selama proses pematangan kadar tannin akan turun. Tanin mempunyai sifat yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroba.
2.2.2.4 Asam-asam Organik
Pada buah-buahan yang masih muda banyak mengandung asam-asam organik dimana selama proses pemantangan buah kandungan asam organik ini akan menurun. Asam organik disamping mempengaruhi rasa juga mempengaruhi aroma buah. Asam organik yang biasa terdapat balam buah-buahan adalah asam format, asetat, fumarat, malat, sitrat, suksinat, tartart, oksaloasetat, kuinat, sikimat, oksalat dan sebagainya.
2.2.2.5 Kandungan lain
Buah-buahan juga mengandung komponen-komponen lain seperti sellulosa, pentosa, gum, asam-asam amino, enzim-enzim, dan zat pembentuk aroma seperti ester, alkohol, karbonil, eter, hidrokarbon, dan senyawa aromatik lain.



2.3. Buah Semangka
2.3.1 Sejarah Buah Semangka
Tanaman semangka adalah tanaman yang berasal dari Afrika, Gurun pasir Kahari merupakan lahan pusat penyebarannya. Semua binatang mulai dari gajah sampai tikus dan bintanag buas sangat menyukainya. Bersama para nelanyan dan pedagang tanaman ini ikut berimigrasi ke India dan Cina, setelah itu ke negara lainnya. Penyebaran ke Benua Amerika dilakukan oleh bangsa Afrika. Dibelahan bumi subtropika, seperti Jepang, Amerika, tanaman semangka merupakan tanaman yang dapat memberikan keuntungan yang cukup besar (Kalie,1993).

Oleh orang Cina buah semangka digolongkan kedalam buah labu. Kata kuaci berasal dari Bahasa Mandarin yang berarti biji labu. Kata ini merupakan bukti emigrasi semangka mulai dari Afrika ke Cina kemudian Indonesia (Kalie,1993).
2.3.2 Morfologi Semangka
Semangka termasuk tanaman musiman sehingga di Amerika, Eropa, Jepang di golongkan ke dalam kelompok tomat, cabe, terong sebagai golongan sayuran buah. Di Indonesia semangka termasuk goloongan buah-buahan seperti halnya melon dan strowberi.

Batang semangka berbentuk bulat dan lunak, berambut, dan sedikit berkayu. Batang ini merambat, panjang sampai 3,5-5,6 meter. Cabang-cabang lateral mirip dengan cabang utama. Daunnya berbentuk caping, bertangkai panjang, dan letaknya bersebrangan. Bunga semangka berjenis kelamin satu, tunggal, berwarna kuning, diameternya sekitar 2 cm.

Gambar 1. Buah semangka
Tabel.1 Nama macam-macam semangka
Nama
Latin Citrulus lunatus (Thund) Mansf
Synonim C. Vulgaris Schord.ex.eckl.et.Zeych
Suku latin Cucurbitaceae
Daerah Jawa : Samangka (sunda)
Semangka, watesan (jawa)
Melayu : Semangka
Asing Water melon
Sumber : Afriastini (1984)

2.3.3 Komposisi Buah Semangka
Tabel.2 Komposisi buah dan biji semangka per 100 gram
Kandungan Buah Biji
Energi 28 kal -
Air 92.1 % 6 g
Protein 0.5 g 25 g
Lemak 0.2 g -
Karbohidrat 6.9 g 19 g
Vitamin A 590 SI -
Vitamin C 6 mg -
Nikotinamid - 1.5 g
Niasin 0.2 mg -
Riboflavin 0.05 mg 0.15 g
Thiamin 0.05 mg 0.1 g
Abu 0.3 mg -
Kalsium (Ca) 7 mg 50 mg
Besi (Fe) 0.2 mg 8 mg
Forfor (P) 12 mg -
Sumber : Afriastini (1984)


2.4. Minuman Sari Buah
Minuman sari buah (fruit juice) adalah cairan yang diperoleh dari ekstraksi buah-buahan yang masak dan segar yang tidak mengalami fermentasi. Diperoleh dengan cara pengepresan buah-buahan yang telah masak dan masih segar (Pranomo, 1996).

Pembuatan minuman sari buah ditujukan untuk meningkatkan ketahanan masa simpan dan daya guna buah-buahan. Pada sari buah semangka ini memeiliki nilai tambah yaitu memilikii nialai vitamin C yang cukup, vitamin C (asam askorbat), fungsi dari asam askorbat yaitu sebagai antioksidan berfungsi sebagai penghambat adanya reaksi oksidasi. Pada dasarnya minuman sari buah dapat dibuat dengan cara menghancurkan daging buah (pulp) yang kemudian diolah, disterilisasi, dan dikemas agar memiliki daya tahan yang cukup lama selama masa penyimpanan. Bahan pengawet yang digunakan adalah Natrium Benzoat yang mempunyai peran sebagai bahan untuk memperpanjang daya simpan. Bahan baku yang digunakan adalah buah semangka yang telah masak, segar. Buah semangka ini sebelum diolah melalui tahan sortasi terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar dalam proses pengolahan mendapatkan sari buah yang mempunyai mutu yang bagus. Sari buah yang didapatkan sangat berpengaruhi terhadap hasil pengolahan.

Dalam pengolahan sari buah perlu diketahui bahwa ada sari buah yang jernih dan keruh. Untuk sari buah yang jernih dan benyak endapan tidak dikehendaki, tetapi sari buah yang keruh yang dikehendaki karena itu mencirikan bahwa didalam sari buah tersebut masih terdapat zat-zat yang padat. Dengan adanya zat-zat padat tersebut mencirikan bahwa dalam sari buah tersebut masih terdapat vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh.

Dengan adanya proses pengolahan tehadap buah semangka menjadi minuman sari buah diharapkan ada nilai tambah serta menambah variasi minuman yang akan dikonsumsi oleh masyarakat.
Peralatan dan Bahan
4.2.1.1 Peralatan Utama dan Penunjang
4.2.1.1.1 Pisau
Pisau digunakan pada proses pengupasan yang berfungsi untuk mengehilangkan kulit, bagian-bagian buah yang tidak di perlukan dan membelah buah.
4.2.1.1.2 Bak Pencucian
Bak pencucian digunakan sebagai penampung bahan baku pada saat penyortiran dan sebagai tempat mencuci bahan baku pada saat proses pencucian bahan baku.
4.2.1.1.3 Chopper
Alat penunjang ini digunakan untuk menghancurkan bahan baku menjadi bubur buah sehingga mempermudah dalam proses pembuatan minuman sari buah. Chopper digunakan untuk skala besar sedangkan untuk skala kecil menggunakan blender.
4.2.1.1.4 Ekstraktor
Ekstraktor adalah alat untuk memisahkan sari buah dengan ampasnya, serta pemisahan biji dengan daging buah. Ekstaktor ini digunakan untuk skala besar sedangkan untuk skala kecil menggunakan kain saring.
4.2.1.1.5 Ultraviolet Desinfection
Ultraviolet Desinfection digunakan pada proses pengenceran dan berfungsi untuk menetralisir air yang digunakan.




4.2.1.1.6 Homogenizer
Homogenizer digunakan setelah proses pengenceran selesai dilakukan dan digunakan pada saat proses homogenisasi. Homogenizer berfungsi untuk menghomogenkan/mengikat partikel-partikel air netralisir dengan sari buah dan zat tambahan (CMC). Untuk produksi skala kecil yaitu dengan menggunakan blender.
4.2.1.1.7 Panci Almunium Stainles
Alat yang digunakan untuk memasak atau memanaskan sari buah.
4.2.1.1.8 Hand Refraktometer
Hand Refraktometer yaitu alat untuk mengukur derajat gula yang terkandung pada larutan digunakan pada saat proses pencampuran dan quality control.
4.2.1.1.9 Termometer
Alat ini digunakan untuk mengukur suhu larutan sari buah yang sedang dalam proses pemasakan
4.2.1.1.10 Mesin Cup sealer
Mesin ini berfungsi untuk memasang atau merekatkan tutup kemasan gelas plastik. Pekerjaan ini dilakukan secara manual, untuk itu diperlukan ketelitian dan kecermatan.

4.2.1.2 Bahan Utama dan Penunjang
Bahan yang digunakan terbagi menjadi dua bagian yaitu bahan utama dan bahan penunjang/tambahan. Bahan Utama yaitu bahan-bahan yang menjadi bahan pokok dalam pembuatan suatu produk. Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan minuman sari buah semangka terdiri dari : buah semangka, gula pasir, dan air

Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa (atau campuran berbagai senyawa) yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan dan atau penyimpanan, dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama. Penambahan BTM secara umum bertujuan untuk (1) meningkatkan nilai gizi makanan, (2) memperbaiki nilai sensori makanan, dan (3) memperpanjang umur simpan (shelf life) makanan. Bahan-bahan tambahan seperti vitamin, mineral, atau asam amino biasanya ditambahkan untuk memperbaiki dan atau menaikkan nilai gizi suatu makanan (Siagian, 2002).
4.2.1.2.1 Bahan Utama
4.2.1.2.1.1 Buah semangka
Buah semangka yang dipergunakan dalam pengolahan minuman ini harus yang masih segar dan memiliki mutu yang baik. Karena akan mempengaruhi hasil dari minuman sari buah semangka.
4.2.1.2.1.2 Air
Air merupakan bahan penunjang yang sangat diperlukan dalam setiap industri pangan selain bahan baku dan harus memiliki kriteria tertentu seperti tidak berbau, tidak berasa, tidak mengandung mikroorganisme dan tidak mengandung zat-zat lain yang dapat merusak bahan baku.

Air yang digunakan pada proses pencucian bahan baku, alat penunjang dan proses pengenceran berasal dari PAM dan sumur. Air tersebut terlebih dahulu dilewatkan ultraviolet disinfection untuk menetralisir sehingga memenuhhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk minuman pangan seperti disajikan pada tabel 3.







Tebel 3. Syarat Air Untuk Minuman Pangan
No Karakteristik Konsentrasi dan Spesifikasi
1. Rasa dan Bau Normal
2. Warna Maksimum 5 Unit
3. Supensi Terlarut 5ppm
4. Alkalinitas 85ppm (sebagai CaCo3)
5. Klorida Bebas 0,05ppm
6. Total Disolved Solid 500ppm
7. Besi 0,1ppm
8 Almunium 10ppm
9 Nitrat 8ppm
10 Mikroorganisme Calipora : 0/100ml
Ragi/jamur ; 0/100ml
Sumber : Riyanto (2006)
4.2.1.2.1.3 Gula
Gula yang digunakan dalam pembuatan minuman sari buah semangka ini adalah gula tebu/ pasir (sukrosa). Sukrosa merupakan oligosakarida yang mempunyai peran penting dalam pengolahan pangan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan, dan kelapa kopyor. Untuk industri makanan ataupun minuman biasanya digunakan sukrosa dalam mentuk kristal halus atau kasar dan dalam jumlah yang banyak dipergunakan dalam bentuk cairan sukrosa (sirup). (Winarno, 1984).

Pada pembuatan minuaman, gula pasir (sukrosa) dilarutkan dalam air dan dipanaskan, sebagai sukrosa akan terurai menjadi glukosa terjadi dalam suasana asam. Gula invert ini tidak dapat berbentuk kristal karena larutan fruktosa dan glukosa yang sangat besar (Winarno, 1984).
Fungsi gula dalam pengolahan pangan adalah sebagai berikut :
1) Sebagai pemanis
2) Sebagai pengawet
3) Mempercepat pemindahan panas pada larutan secara merata
4) Membantu menyebarkan rasa dan warna secara merata
5) Memperbaiki rasa dan mengisi rongga udara pada bahan pangan.
6) Melindungi flavor dan meningkatkan daya larut produk


4.2.1.2.2 Bahan Penunjang/Tambahan
4.2.1.2.2.1 CMC (Cellulose Metil Chkorida) / Carboxymethil Crllulose
CMC adalah suatu zat tambahan yang berfungsi untuk menstabilkan dan mengentalkan sehingga larutan tidak mudah mengendap selama masa simpan. Seperti halnya pada pemberian air, pada pemberian CMC sebanyak 500ppm.

CMC merupakan turunan selulose, CMC sering digunakan dalam industri pangan untuk mendapatkan tekstur yang baik dan mencegah terjadinya kristalisasi kembali pati yang telah tergelatinisasi (retrogradasi). CMC yang banyak digunakan dalam industri pangan adalah Na-CMC atau disingkat CMC, dalam bentuk murninya disebut gum selulosa, CMC dibuat dengan cara mereaksikan NaOH dengan selulose murni kemudian ditambahkan Na-khloroasetat (Fennem, 1976).

Na-CMC mempunyai kemampuan untuk mengentalakan dan merubah tekstur yaitu dengan mengikat air dan protein.

Dikarnakan CMC mempunyai gugus karbosil maka viskositas larutan CMC dipengaruhi oleh adanya pH larutan, dimana pH optimum sekitar 5 dan bila pH kurang dari 3 maka CMC akan mengendap (Winarno, 1984).

Kenaikan kekentalan larutan CMC tidak berbanding langsung dengan kenaikan konsentrasinya sebab pada konsentrasi rendah molekul CMC dapat dengan sempurna mengikat air disekelilingnya. Pemanasan berpengaruh terhadap penurunan kekentalan larutan CMC. Turunnya kekentalan ini bersipat reversible asal pemanasan tidak terlalu tinggi atau terlalu lama (Genz, 1977).


4.2.1.2.2.2 Natrium Benzoat
Natrium Benzoat adalah zat tambahan yang berfungsi untuk mengawetkan larutan, dan juga berfungsi untuk mencegah pertumbuahan khamir dan bakteri. Natrium Benzoat merupakan garam natrium dan asam benzoat yang sering digunakan untuk bahan makanan dan asam dengan pH 2,5-4. Selama penggunaan natrium benzoat akan dirubah menjadi asamnya yaitu bentuk yang lebih aktif.. Karakteristik dari natrium benzoat yaitu berbentuk kristal putih, mempunyai rasa manis, dan kadang-kadang sepat. Pada minuman sari buah pemberian natrium benzoat yaitu sebanyak 300ppm.
4.2.1.2.2.3 Asam Sitrat
Asam sitrat diberikan untuk memberikan rasa asam pada larutan dan juga untuk menurunkan kelebihan pH. Kadar pH pada minuman sari buah yaitu 3,0-3,5. Dengan memberikan asam sitrat ke dalam larutan maka akan terjadi penurunan pH, maka suhu sterilisasi yang digunakan akan lebih kecil.

Pemberian asam sitrat pada minuman sari buah semangka adalah 1gr/liter. Tetapi penambahan ini bisa ditambah ataupun dikurangi sesuai sampai pH sesuai standar yang telah ditentukan.











4.2.2 Metode Pengolahan Minuman Sari Buah Semangka
4.2.2.1 Cara Pembuatan Minuman Sari Buah Semangka
4.2.2.1.1 Pembuatan Sari Buah
Tahap awal pembuatan minuman sari buah semangka dimulai dengan pembuatan pulp yang terdiri dari proses sortasi, pencucian, pengupasan, penghancuran dan ekstaksi. Diagram aliran pembuatan pulp dapat dilihat pada Gambar 1.









Gambar 2. Aliran proses pembuatan pulp

4.2.2.1.1.1 Sortasi
Bahan baku utama adalah buah segar yang diperoleh dari para petani semangka yang ada di daerah Subang. Buah yang digunakan terlebih dahulu mengalami tahap sortasi. Tahap ini merupakan proses pemisahan bahan baku untuk mendapatkan kriteria bahan baku yang sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan, karena hal ini mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan.
4.2.2.1.1.2 Pencucian
Pada proses pencucian adalah bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada buah semangka.
4.2.2.1.1.3 Pengupasan dan pembelahan
Pengupasan dan pembelahan bertujuan untuk memudahkan proses selanjutnya yaitu pembuburan dengan menggunakan mesin Copper/blender tidak akan mengalami kesulitan.
4.2.2.1.1.4 Pembuburan
Pembuburan dilakukan secara mekanis yaitu dengan copper/blender. Cara kerja alat ini berdasarkan poros putar dengan sepat sehingga memarut dan menghancurkan buah. Tujuan dari proses ini adalah untuk menghasilkan bubur buah.

Gambar 3. Copper Gambar 4. Blender
4.2.2.1.1.5 Ekstraksi
Tujuan Ekstraksi ini adalah untuk memeisahkan antara sari buah dengan ampas. Alat yang digunakan dalam skala besar yaitu alat pulper sedangkan untuk skala kecil yaitu proses pemisahan/pengepresan dengan menggunakan kain saring.
4.2.2.1.2 Pengolahan Sari Buah
Pengolahan pulp adalah tahap selanjutnya dalam proses pembuatan sari buah setelah buah di oleh menjadi pulp. Pengolahan pulp terdiri dari beberapa perlakuan bagan aliran proses dapat dilihat pada Gambar 4.









Gambar 5. Aliran proses pengolahan pulp
4.2.2.1.2.1 Pulp
Pulp yang akan diolah menjadi minuman sari buah adalah pulp/sari buah yang dihasilkan dari tahap sebelumnya.
4.2.2.1.2.2 Pengenceran
Pada pengenceran dalam pengolahan minuman sari buah sesuai dengan yang dikehendaki. Pengenceran dengan menggunakan perbandingan-perbandingan yang telah ditentukan pada masing-masing buah. Setelah pengenceran sari buah lalu dilakukan penambahan CMC sesuai yang telah ditentukan yaitu 300 ppm.
4.2.2.1.2.3 Homogenisasi
Proses homogenisasi dilakukan setelah pengenceran dengan menggunakan Homogenizer/blender, fungsi dari homogenisasi yaitu untuk mengikat partikel-partikel sari buah.
4.2.2.1.2.4 Pencampuran
Proses pencampuran dilakukan didalam panci satainless untuk mencampurkan larutan hasil homogenisasi dengan bahan penunjang yang telah disesuaikan pemakaiannya agar mendapatkan hasil yang sempurna.
4.2.2.1.2.5 Pemanasan (Pasteurizer)
Pemanasan sari buah dilakukan dengan suhu 900C – 950¬ C dengan menggunakan wadah panci satainless. Pemanasan ini bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang masih terdapat dalam larutan sari buah sehingga sari buah akan steril.
4.2.2.1.2.6 Pengemasan
Pengemasan dilakukan dengan cara mekanik, yaitu dengan menggunakan cup sealer. Minuman sari buah dimasukan secara manual kedalam cup-cup yang telah disediakan lalu dikemas. Minuman sari buah dimasukan kedalam cup yang berukuran 200 ml, penuangan minuman sari buah semangka dalam cup ± 150 ml.

Apabila produksi dengan skala besar maka pengemasan menggunakan mesin automatic cup sealing machine.








Gambar 6. Alat Cup Sealer

4.2.2.3 Formulasi Pembuatan Minuman Sari Buah Semangka
Tabel 4 Formulasi Minuman Sari Buah Semangka
Kode
Sampel Pengenceran Gula CMC Natrium
Benzoat Asam
Sitrat
A 1 : 0 11-12 % 500 ppm 300 ppm 1 gram/liter
B 1 : 1 11-12 % 500 ppm 300 ppm 1 gram/liter
C 1 : 3 11-12 % 500 ppm 300 ppm 1 gram/liter

4.2.2.4 Analisa Mutu
4.2.2.4.1 Pengujian Organoleptik
Uji Organoleptik adalah pengujian secara subyektif, yakni suatu pengujian penerimaan selera makanan (acceptance) yang didasrkan atas uji kegemaran (preference) dan analisa pembedaan (difference analisis) (Badhowie,1983).

Pada minuman sari buah semangka ini menggunakan uji hedonik. Dalam uji hedonik panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan. Disamping panelis mengungkapkan suka atau tidak suka mereka juga mengungkapkan tingkat kesukaannya. Tingkat kesukaan sebut skala hedonik. Diantara agak tidak suka dan agak suka ada tanggapan yang disebut sebagi netral, yaitu bukan suka tetapi juga bukan tidak suka (nether like nor dislike) (Badhowie,1983).

Pengujian tingkat kesenanagan terhadap suatu produk, dengan metode uji kesnangan dengan penilaian (Hedonic Scale Scoring). Uji ini merupakan salah satu uji organoleptik untuk mengetahui sejauh mana tingkat kesenangan dari konsumen terhadap suatu produk. Dalam uji ini panelis diminta untuk menilai dari suatu contoh yang disajikan dengan skala penilaian sebagai berikut :
1. Tidak suka
2. Agak tidak suka
3. Netral
4. Agak suka
5. Suka
Hasil penilaian dikumpulkan menjadi satu dan dimasukan ke dalam blanko (formulir) pengisian, kemudian data hasil penilaian tersebut dianalisa secara perhitungan statistik.
4.2.2.4.2 Pengujian Kimia
4.2.2.4.2.1 Pengambilan Sampel
Proses pengambilan sampel minuman sari buah semangka dari almari etalase dan almari es. Pengambilan sampel yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Jenis minuman sari buah yang dilakukan analisa yaitu semua jenis perlakukan.





4.2.2.4.2.2 Preparasi Sampel
Preparasi sample yang dilakukan mengacu pada SNI 01-2891-1992/SII 245290. Sampel yang dipersiapkan untuk dilakukan analisa adalah sampel minuman sari buah semangka. Sampel minuman semnagka ini berjumlah 3 perlakuan setiap 1 perlakuan disimpan ditempat yang berbeda yaitu suhu 27oC dan suhu 15oC. jadi sampel berjumlah 6.
Tahapan penyiapan sampel untuk uji dilaboratorium adalah :
1. Setiap sampel diambil 1 cup.
2. Dilakukan pencampuran supaya mendapatkan sampel yang dianggap mewakili. Pencampuran dengan menggunkan stirrer atau dikocok.
3. Setelah diperoleh sampel yang homogen, sampel disimpan dalam Erlenmeyer yang sudah di bersihkan.
4. Sampel siap diuji.
4.2.2.4.2.3 Analisa Kimia
4.2.2.4.2.3.1 Analisa Nilai pH
Alat :
Tissue
Aquadest
Bahan :
Minuman sari buah semangka
Prosedur Analisa :
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
2. Menstandarisasi pH meter dengan menggunakan buffer standar pH 7.
3. Mencelupkan pH meter ke sample sampai elektrodanya tercelup.
4. Menggoyang-goyang sample supaya pada pengukuran sample terukur secara homogen.
5. Mencatat angka yang muncul dilayar.


4.2.2.4.2.3.2 AnalisaTotal Padatan Terlarut
Prinsip : Adanya pembiasan dengan adanya penyinaranyang menembus 2 macam media dengan kerapatan yang berbeda
Alat :
Refraktometer poket
Pipet tetes
Tissue
Bahan :
Minuman sari buah semangka
Aquadest
Prosedur analisa :
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
2. Menyalakan refrakrometer poket.
3. Menstandarisasi dengan menggunakan aquadest, lalu keringkan.
4. Masukan sample 2-3 tetes tekan tombol start, tunggu 1menit.
5. Catat berapa angka yang muncul di layar.

4.2.2.4.2.3.3 Total Asam Tertitrasi (Apriyanto et.al 1998)
Prinsip : Adanya reaksi asam basa yaitu antara larutan basa NaOH dengan larutan asam asam sitrat
Alat :
Labu ukur
Pipet tetes
Neraca analitik
Buret
Pipet volume
Ball pipet
Erlenmeyer


Bahan :
Minuman sari buah semangka
NaOH 0,01 N
Indikator phenopthalin
Prosedur analisa :
1. Ditimbang sampel, dimasukan ke dalam labu ukur 100 ml. Sampel dilarutkan dengan air suling hingga volume 100 ml.
2. Larutan sampel dihomogenkan lalu dipipet sebanyak 25 ml dimasukan ke dalam Erlenmeyer 250 ml.
3. Ditambahkan 5 tetes indikator Phenopthalin kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,01 N sampai berwarna merah muda seulas.
Catat volume NaOH 0,1 N yang digunakan hingga mencapai titik akhir.
Rumus perhitungan :
TAT = Vp x Np x Fp x 64 x 100 %
Berat sampel (mg)
Keterangan :
Vp = Volume NaOH yang diperlukan untuk titrasi
Np = Normalitas NaOH yang digunakan sesuai perhitungan
Fp = Faktor pengenceran
64 = Bst asam sitrat










4.2.2.4.2.3.4 Analisa Vitamin C Metode Iodimetri
Prinsip : Reaksi reduksi oksidasi asam askorbat dalam minuman sari buah semangka
Alat :
Labu ukur
Pipet tetes
Neraca analitik
Buret
Pipet volume
Ball pipet
Erlenmeyer
Bahan :
Minuman sari buah semangka
I¬¬2 0,01 N
Indikator amilum
Prosedur analisa :
1. Ditimbang 10 g sampel, dimasukan kedalam labu ukur 100 ml sampel dilarutkan dengan air suling hingga volume 100 ml.
2. Larutan sampel dihomogenkan dan saring bila perlu, lalu di pipet sebanyak 25 ml, dimasukan ke dalam Erlenmeyer 250 ml.
3. Ditambahkan 20 tetes indikator amilum kemudian dititrasi dengan menggunakan larutan I2 ¬¬0,01 N sampai berwarna biru.
Catat volume hingga mencapai titik akhir.
1 ml I2 ¬¬0,01 N ≈ 0,88 mg asam askorbat
Rumus perhitungan :
Vitamin C = mg asam askorbat x Fp x 100% ¬¬¬
Bobot sampel (mg)
Keterangan :
Fp = Faktor pengenceran

Mie Kering

Definisi mie kering dibuat dari adonan terigu atau tepung beras atau tepung lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan lainnya, dapat diberi perlakuan dengan bahan alkali, proses gelatinisasi dilakukan sebelum mie dikeringkan dengan proses penggorengan atau proses dehidrasi (pengurangan air) lainnya (SNI 01-3551-2000).

Makanan berbasis tepung-tepungan seperti mie sangat digemari masyarakat Indonesia dan dikonsumsi sebagai makanan selingan, bahkan sudah mulai menjadi menu utama terutama untuk menu sarapan pagi. Mie kering banyak digunakan sebagai produk olahan alternatif pengganti nasi. Apabila mie yang dikonsumsi tidak dicampur dengan bahan lain maka kandungan gizinya kurang memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pada anak-anak cenderung suka makan mie daripada nasi ataupun bahan pangan yang banyak mengandung karbohidrat ataupun protein. Padahal pada masa anak-anak banyak membutuhkan makanan yang bergizi tinggi dan seimbang (Sukarwanto,2004).

Minat untuk menggunakan ikan pada produksi konsentrat protein ikan telah menurun karena sifat fungsionalnya tidak memuaskan. Cara menggunakan protein ikan yang lebih memberi harapan dengan melibatkan gel protein ikan (surimi), yang dapat dibuat menjadi produk menarik (Mackie, 1983).



Nilai gizi mie pada umumnya dapat dianggap baik karena selain mengandung karbohidrat terdapat pula protein yang tinggi apalagi dengan penambahan ikan.
Tabel. 4 Komposisi mie kering
Komposisi Jumlah (%)
Air 11,0
Protein 11,0
Lemak 1,3
Karbohidrat 72
Sumber: Haryadi,(2003)

2.3.1. Sejarah Mie
Mie merupakan salah satu jenis makanan yang paling populer di Asia khususnya di Asia Timur dan Asia Tenggara. Menurut catatan sejarah, mie pertama kali dibuat di daratan Cina sekitar 2000 tahun yang lalu pada masa pemerintahan dinasti Han. Dari Cina, mie berkembang dan menyebar ke Jepang, Korea, Taiwan dan negara-negara di Asia Tenggara bahkan meluas sampai kebenua Eropa. Menurut buku-buku sejarah, di benua Eropa mie mulai dikenal setelah Marco Polo berkunjung ke Cina dan membawa oleh-oleh mie. Namun pada perkembangannya di Eropa mie berubah menjadi pasta seperti yang kita kenal saat ini.

Sesungguhnya seni menggiling gandum telah lebih dahulu berkembang di Timur Tengah, seperti di Mesir dan Persia. Mie juga mula-mula berkembang di sana dan diajarkan sebagai lembaran-lembaran tipis menyerupai mie. Pada awalnya mie diproduksi secara manual, baru pada tahun 700-an sejarah mencatat terciptanya mesin pembuat mie berukuran kecil dengan menggunakan alat mekanik. Evolusi pembuatan mie berkembang secara besar-besaran setelah T.Masaki pada tahun 1854 berhasil membuat mesin pembuat mie mekanik yang dapat memproduksi mie secara masal. Sejak saat itu, mie mengalami banyak perkembangan, seperti di Cina mulai diproduksi mie instan yang dikenal dengan nama Chicken Ramen dan di Jepang muncul Saparo Ramen (1962) (Sutomo, 2006).

2.3.2 Klasifikasi Mie (Bogasari, 2004)
2.3.2.1 Bahan dasar (Raw material)
2.3.2.1.1 Gandum
Tepung terigu di peroleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Keistimewaan dar tepung terigu adalah kemampuannya membentuk gluten pada saat terigu dibasahi dengan air. Sifat elatis gluten menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan (Astawan, 1999).
Contohnya; mie hokian, mie mentah, mie instan



2.3.2.1.2 Beras
Bahan dasar membuat mie adalah tepung beras yang diperoleh dari biji beras. Beras digiling menjadi benang-benang (Astawan, 1999).
Contoh; bihun, kwetiaw
2.3.2.1.3 Buck weat (soba)
2.3.2.1.4 Pati (pati kentang)
Bahan dasar membuat mie adalah pati kentang. Pati kentang ini diambil dari kentang yang diambil patinya saja.
2.3.2.2 Bentuk
2.3.2.2.1 Tipis
Bentuk tipis dalam pembuatan mie ukuran ketebalannya sekitar ± 2mm.
2.3.2.2.2 Tebal
Bentuk tebal dalam pembuatan mie ukuran ketebalannya sekitar ± 5mm.
2.3.2.3 Cara pembuatan
2.3.2.3.1 Mesin
Dalam pembuatan mie dapat menggunakan mesin. Pembuatan mie dengan menggunakan mesin lebih cepat dan dapat memproduksi secara masal.


2.3.2.3.2 Tangan
Dalam pembuatan mie dapat menggunakan tangan atau yang disebut dengan cara manual. Cara manual ini membutuhkan waktu yang lama.
2.3.2.4 Penampakan (final appearance)
2.3.2.4.1 Mentah
Pada proses pengolahan mie mentah yaitu pengadukan, pembuatan lembaran, pemotongan, dan pengemasan. Pada mie mentah ini tanpa mengalami pemasakan. Mie mentah memiliki daya simpan 3-6 jam.
2.3.2.4.2 Basah
Proses pengolahan mie basah setelah tahap pemotongan dilakukan proses selanjutnya yaitu; perebusan, pencucian, pemberian minyak dan pengemasan. Mie basah memiliki daya simpan 1-1,5 hari.
2.3.2.4.3 Instan
Proses pengolahan mie instan setelah tahap pemotongan dilakukan proses selanjunya yaitu; pengukusan, penggorengan, pendinginan, dan pengemasan. Mie instan memiliki daya simpan 5-6 bulan.
2.3.2.4.4 Kering
Pada pengolahan mie kering setelah tahap pemotongan dilakukan proses selanjutnya yaitu pengukusan, pengeringan, pendinginan, dan pengemasan. Mie kering memiliki daya simpan 6-12 bulan.



2.4 Syarat Mutu Mie Kering

Tabel 5. Syarat mutu mie kering berdasarkan SNI Mie kering
(SNI 01-3551-2000)
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1.
1.1
1.2
1.3
1.4 Keadaan:
Tekstur
Aroma
Rasa
Warna
-
-
-
-
normal / dapat diterima
normal / dapat diterima
normal / dapat diterima
normal / dapat diterima
2. Benda asing - tidak boleh ada
3. Keutuhan % b/b min. 90
4.
4.1
4.2 Kadar air:
Proses penggorengan
Proses pengeringan
% b/b
% b/b
maks. 10,0
maks. 14,5
5.
5.1
5.2 Kadar protein:
Mie dari terigu
Mie dari bukan terigu
% b/b
% b/b
8,0
4,0
6. Bilangan asam mg KOH/g minyak maks. 2
7.
7.1
7.2 Cemaran logam:
Timbal (Pb)
Raksa (Hg)
mg/kg
mg/kg
maks. 2,0
maks. 0,05
8. Arsen (As) Mg/kg maks. 0,5
9.
9.1
9.2
9.3
9.4 Cemaran mikroba:
Angka lempeng total
E. coli
Salmonela
Kapang
koloni/g
APM/g
-
koloni/g
maks. 1,0 x 106
<3
negatif per 25 g
maks. 2,0
Sumber: Badan Standardisasi Nasional, (2000)

uu RI tentang perlindungan konsumen

UU RI No.8 Thn.1999 Tentang Perlindungan Konsumen
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

DENGAN RRAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

a. Bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu
masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual dalam era demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945;

b. bahwa pembangunan perekonomiian nasional pada era globalisasi harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan / atau jasa yang memiliki
kandungan teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan kepastian atas
barang dan/atau jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa
mengakibatkan kerugian konsumen;

c. bahwa semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat dari proses globalisasi ekonomi harus tetap menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan barang dan/atau jasa yang diperolehnya dipasar;

d. bahwa untuk ,meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu
meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap usaha yang bertangguung jawab;

e. bahwa ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen di
Indonesia belum memadai;

f. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas diperlukan perangkat



DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
peraturan perundang-undangan untuk mewujudkan keseimbangan
perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga
tercipta perekonomian yang sehat;

g. bahwa untuk itu perlu dibentukk Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen;


Mengingat :

Pasal5 Ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 27, dan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945;


Dengan Persetujuan

DEWAN PERWWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

B A B I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang – undang ini yang dimaksud dengan :

1. Perlindungan kmonsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.

2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

3. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha , baik yang berbentuk badan hokum maupun bukan badan hokum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayaah hokum Negara Republik Indonesia, baik sendiri
maupun bersama – sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

4. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.

5. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.

6. Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan.

7. Impor barang adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.

8. Impor jasa adalah kegiatan penyediaan jasa asing untuk digunakan di dalam wilayah Republik Indonesia .

9. Lembaga perlindungan konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga non pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh Pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.

10. Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi
oleh konsumen.

11. Badanpenyelesaian sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.

12. Badan pelindungan konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.

13. Menteri adalah Menteri yang ruang blingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang perdagangan.





B A B II

ASAS DAN TUJUAN

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Pasal 2

Perlindungan konsumen bertujuan :

a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak- haknya sebagai konsumen;

d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;

f. meniingkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang daan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.









B A B III

HAK DAN KEWAJIBAN

Bagian Pertama
Hak dan Kewajiban Konsumen

Pasal 4

Hak Konsumen adalah :

a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan / atau jasa;

b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. hak atas informasdi yang benar, jelas, dan jujur mengani kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlinndungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. hak untuk mendapatkannkompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.




Pasal 5

Kewajiban Konsumen adalah :

a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b. beritikat baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. mengikurti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.


Bagian Kedua

Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Pasal 6

Hak pelaku usaha adalah :

a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jas yang diperdagangkan;

e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.






Pasal 7

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Kewajiban pelaku usaha adalah :

a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

f. memberi komppensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat pengguunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

g. memberi konpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.









B A B IV

PERBUATAN YANG DILARANG
BAGI PELAKU USAHA

Pasal 8

(1). Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :

a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto , dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;

c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label , etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode,atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
promosi penjualan barang danm/atau jasa tersebut;

g. tidak mencvantumkan tanggal kadaluawarsa atau jangka waktu penggunaan/-pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan ”halal” yang dicantumkandalam label;

i. tidak memasang label atau membuat penjelsan barang yang memuat nama barang,ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, atauran pakai, tanggal pembuatan,akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk
penggunaan yang menurut ketenttuan harus di pasang/dibuat;

j. tidak mencantumkan infdormasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentguan perundang-undangan yang berlaku.

(2). Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.

(3). Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan terrcemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.

(4). Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.

Pasal 9

(1). Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah :

a. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus,standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;

b. b. barang tersebut vdalam keadaan baik dan/atau baru;

c. c. barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu,` ciri-ciri kerja atau aksesories tertentu;

d. d. barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;

e. e. barang dann/atau jasa tersebut tersedia;

f. f. barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyyi;
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
g. g. barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;

h. h. barangtersebut berasal dari daerah tertentu;

i. i. secara langsuung atau tidak langsuung merendahkan barang dan/atau jasa lain;

j. j. mengguunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya,tidak menganduung risiko atau efek samping tanpa keterangan yang lenggkapp;

k. k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

(2) Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diperdagangkan.

(3). Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang melanjutkan penawaran, ppromosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut.

Pasal 10

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak
benar atau menyesatkan mengenai :

a. harga atau tariff suatu barang dan/atau jasa;

b. kegunaan suatu barang dan/atau jasa ;

c. kondisi, tanggungan, jamiinan, hak atau ganti rugi atas suatu barang da/atau jasa;

d. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;

e. bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.

Pasal 11

Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan kosumen dengan :

a. menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu;

b. menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi;

c. tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
menjual barang lain;

d. tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain;

e. tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yangg lain;

f. menaikkan harga atau barang dan/atau jasa sebelum melakujkan obral.

Pasal 12

Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosiikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan hharga tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.

Pasal 13

(1). Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan / atau jasa lain secara Cuma-Cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak
sebagaimana yang dijanjikan.

(2). Pelakun usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain.

Pasal 14

Pelaku usha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk :

a. tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;

b. menguumumkan hasilnya tidak melalui mmedia massa;

c. memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;

d. mengganti hadiah yyang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjiikan.

Pasal 15

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
konsumen.

Pasal 16

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk :

a. tidak menempati pesanan dan/untuk kesempatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan;

b. tidak menempati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.

Pasal 17

(1). Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang :

a. mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan haga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;

b. mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;

c. memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;

d. tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;

e. mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan;

f. melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.

(2). Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan pada ayat (1).


B A B V

KETENTUAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU

Pasal 18

(1). Pelaku usah dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantuman klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila :

a. menyetakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli kosumen;

c. menyatakanbahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;

d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;

e. e. mengaur perihal pembktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;

f. f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;

g. g. menyatkan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

h. h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

(2). Pelaku usaha dlarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.

(3). Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dinyatakan batal demi hukum.

(4). Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undangundang ini.


B A B VI

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA

Pasal 19

(1). Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

(2). Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

(3). Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7(tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

(4). Pemberian ganti rugo sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

(5). Ketentuan sebagamana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Pasal 20

Pelaku usaha periklanan bertangung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat ditimbulkan oleh iklan tersebut.

Pasal 21

(1). Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diipor apabila importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwaklanprodusen luar negeri.

(2). Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Pasal 22

Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembukian.

Pasal 23

Pelaku usaha yang menlak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3),
dan ayat 4), dapat digugat melalui badan peyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedududkan konsumen.

Pasal 24

(1). Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsmen apabila :

a. pelaku usaha laian menjual kepada konsumen tanpa melakkan perubahan apapun atas barang dan/atau jasa tersebut;

b. b. pelaku usaha lain, didalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan
contoh, mutu, dan komposisi.

(2). Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan
atas barang dan/atau jasa tersebut.

Pasal 25

(1). Pelaku usaha yang meproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1(satu) tahun wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut :

a. tidak menyediakan fasilitas atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas perbaikan;

b. tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjkan.

Pasal 26

Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan.

Pasal 27

Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila :

a. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan;

b. cacat barang timbul pada kemudian hari;

c. cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;

d. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;

e. lewatnya jangka waktu penuntutan 4(empat) tahun sejak barang dibeli atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.

Pasal 28

Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, pasal 22 dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.





B A B VII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Pertama
Pembinaan

Pasal 29

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

(1) Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha.

(2) Pembinaan oleh Pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Meneri dan/atau Menteri teknis terkait.

(3) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan koordinasi atas penyelenggaraan perlindungan konsumen.

(4) Pembinaan penelenggaraan perlindngan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi upaya untuk :

a. terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen;

b. berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;

c. meningkatnya kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen.

(5) ketantuan lebih lanjut mengenai pembnaan penyelenggaraan perlindngan konsumen diatur dengan Peraturan Pemerintah.





Bagian Kedua

Pengawasan

Pasal 30

(1) Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah,masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.

(2) Pengawasan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri dan/atau Menteri teknis terkait.

(3) Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
(4). Apabila hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ternyata menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan membahayakan konsumen, Menteri dan/atau menteri teknis mengambil tindakan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

(5). Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dapat disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat disampaikan kepada Menteri dan Menteri teknis.

(6). Ketentuan pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat(2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.









B A B VIII

BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL

Bagian Pertama
Nama, Kedudukan, Fungsi, dan Tugas.

Pasal 31

Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen dibentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional.

Pasal 32

Badan Perlindungan Konsumen Nasional berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Pasal 33

Badan Perlindungan Konsmen Nasional mempunyai fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.

Pasal 34

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

(1). Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai tugas :

a. memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen;

b. b. melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen;

c. c. melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen;

d. d. mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;

e. e. menyebarkan informasi melalui media mengenai perlindungan konsmen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;

f. f. menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat,lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha;

g. g. melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.

(2). Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dmaksud pada ayat (1), Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat bekerja sama dengan organisasi konsumen internasional.


Bagian Kedua

Sususnan Orgaisasi dan Keanggotaan

Pasal 35

(1) Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, serta sekurang-kurangnya 15 (lima belas) orang dan sebanyak-banyaknya 25 (duapuluhlima) orang anggota yang mewakili semua unsur.

(2) Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri, setelah dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

(3) Masa jabatan Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1(satu) kali masa jabatan berikutnya.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

(4) Ketua dan Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional dipilih oleh anggota.






Pasal 36

Anggota badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas unsur :

a. pemerintah;

b. pelaku usaha;

c. lembaga perlindngan konsumen swadaya masyarakat;

d. akademisi; dan

e. tenaga ahli.

Pasal 37

Persyaratan keanggotaan Badan Pelindungan Konsumen Nasional adalah :

a. warga negara Republik Indonesia;

b. berbadan sehat;

c. berkelakuan baik;

d. tidak pernah dihukum karena kejahatan;

e. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan
konsumen; dan

f. berusia sekurang-kurangnya 30 (tigapuluh) tahun.

Pasal 38

Keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional berhenti karena :

a. meninggal dunia;

b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;

c. bertempat tinggal diluar wilayah negara Republik Indonesia;

d. sakit secara terus menerus;

e. berakhir masa jabatan sebagai anggota ; atau

f. diberhentikan.

Pasal 39

(1). Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, Badan Perlindungan Konsumen Nasional dinatu oleh Sekretariat.

(2). Sekretariat sebagaimana dmaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Sekretaris yang
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

diangkat oleh Ketua badan Perlindungan Konsumen Nasional.

(3). Fungsi, tugas, dan tata kerja sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat 91) diatur dalam keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.

Pasal 40

(1). Apabila diperlukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat membentuk perwakilan di Ibu Kota Daerah Tk.I untuk membantu pelaksanaan tugasnya.

(2). Pembentukan perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.

Pasal 41

Dalam melaksanakan tugas, badan Perlindungan Konsmen nasional bekerja berdasarkan tata kerja yang diatur dengan keputusan Ketua badan Perlindungan Konsumen Nasional.

Pasal 42

Biaya untuk pelaksanaan tugas Badan Perlindungan Konsumen Nasional dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja negara dan sumber lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 43

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah.



B A B IX

LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN
SWADAYA MASYARAKAT

Pasal 44

(1). Pemerintah mengakui lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

(2). Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.

(3). Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat meliputi kegiatan :

a. menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;

c. bekerjasama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen;

d. membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen;

e. melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.

(4). Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.






B A B X

PENYELESAIAN SENGKETA

Bagian Pertama
U m u m

Pasal 45

(1) Setiap konsumen yang durugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

(2). Penyelesian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

(3). Penyelesiana sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghlangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam undang-udang.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

(4). Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil
oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.

Pasal 46

(1). Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh :

a. seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang
bersangkutan;

b. sekelompok konsumen yang mempunyai kepennganyang sama;

c. lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai
dengan anggaran dasarnya;

d. pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atai dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.

(2). Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, atau huruf d diajukan kepada peradilan umum.

(3). Ketenuan lebih lanjut mengenai kerugian materi yang besar dan./atau korban yang tidak sedikit sebagaimana dimaksud pada ayat 91) huruf d diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Kedua

Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan

Pasal 47

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentu dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk
menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.


Bagian Ketiga

Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan

Pasal 48

Penyelesian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45.







B A B XI

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

Pasal 49

(1). Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan.

(2). Untuk dapat diangkat menjadi anggota badan penyelesaian sengketa konsumen,seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Warga negara Republik Indonesia;

b. berbadan sehat;

c. berkelakuan baik;

d. tidak pernah dihukum karena kejahatan;

e. memiliki pengetahuan dan penagalaman di bidang perlindungan
konsumen;

f. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh ) tahun.

(3). Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur pemerintah, unsur konsmen, dan unsur konsumen, dan unsur pelaku usaha.

(4). Anggota setiap unsur sebagaimana dimaksud pada ayat 93) berjumlah sedit-dikitnya 3(tiga) orang, dan sebanyak-banyaknya 5(lima) orang.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

(5). Pengangkatan dan pemberhentian anggota badan penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 50

Badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) terdiri atas :

a. Ketua merangkap anggota;

b. wakil ketua merangkap anggota;

c. anggota.

Pasal 51

(1). Badan penyelesaian sengketa konsumen dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh sekretariat.

(2). Sekretariat badan penyelesaian sengketa konsumen terdiri atas kepala sekretariat dan anggota sekretariat.

(3). Pengangkatan dan pemberhentian kepala sekretariat dan anggota sekretariat badan penyelesaian sengketa kosumen ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 52

Tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen meliputi :

a. melaksanakan penanganan dan enelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;

b. memberikan konsultasi perlindungan konsumen;

c. melakukan pengawasan terhadap terhadap pencantuman klausula baku;

d. melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam undangundang ini;

e. menerima pengadaan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

f. melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;

g. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindngan konsmen;

h. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap




DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini;

i. meminta bantuan penyidik ntuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi pangglan badan penyelesaian sengketa konsumen;

j. mendapatkan, meneliti dan/atau menlai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;

k. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;

l. memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

m. menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.

Pasal 53

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen daerah Tingkat II diatur dalam surat keputusan Menteri.

Pasal 54

(1) Untuk menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen, badan penyelesaian sengketa konsumen membentuk majelis.

(2). Jumlah anggota Majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ganjul dan sedikitdikitnya 3(tiga) orang yang mewakili semua unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 49 ayat (3), serta dibantu oleh seorang panitera.

(3) Putusan majelis bersifat final dan mengikat.

(4) Ketentuan teknis lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas majelis diatur dalam surat keputusan Menteri.

Pasal 55

Badan penyelesaian sengketa konsumen wajib mengeluarkan putusan paling lambat dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah gugatan diterima.


Pasal 56

(1) Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima putusan badan
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 55 pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut.

(2) Para pihak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri paling lambat 14(empat belas) hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut.

(3) Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 92) dianggap menerima putusan badan penyelesaian sengketa konsumen.

(4) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) tidak dijalankan oleh pelaku usaha, badan penyelesaian sengketa konsumen menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku.

(5) Putusan badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan.

Pasal 57

Putusan mejelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) diminakan penetapan eksekusinya kepada Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang dirugikan.

Pasal 58

(1) Pengadilan negeri wajib mengeluarkan putusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) dalam waktu paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sejak diterimanya keberatan.

(2). Terhadap putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.

(3) Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib mengeluarkan putusan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh ) hari sejak menerima permohonan kasasi.


DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN


B A B XII

PENYIDIKAN

Pasal 59

(1) Selain Pejabat Polisi Negera Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan konsumen juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
(2) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat 91) berwenang :

a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

d. melakkan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti serta melakukan penyitaan terhadap barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

(3). Penyidik Pejabat Pegawai negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

B A B XIII

S A N K S I

Bagian Pertama Sanksi Administratif

Pasal 60

(1) Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26.

(2) Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

(3) Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (I) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang- undangan.


Bagian Kedua Sanksi Pidana

Pasal 61

Penuntutan. pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.

Pasal 62

(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9,Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasa! 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

(2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11,Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa :

a. perampasan barang tertentu;
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

b. pengumuman keputusan hakim;

c. pembayaran ganti fugi;

d. perintah penghenlian kegiatan tertentu yang menyebabkan
timbulnya kerugian konsumen;

e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau

f. pencabutan izin usaha.

B A B XIV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 64

Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat Undang-undang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang- undang ini.


B A B XV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 65

Undang-undang ini mulai berlaku setelah 1 (satu) tahun sejak diundangkan. Agar sstiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan di Jakarta
pada langgal 20 April 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


ttd

BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 April 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA



ttd

AKBAR TANDJUNG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 42
Salinan Sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peratyuran
Perundang-undangan I



ttd
Lambock V. Nahattands

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Sejarah Komputer

Sejarah Komputer
Awal komputer di bentuk oleh seorang profesor matematika Inggris, Charles Babbage (1791-1871). Babbage memperhatikan kesesuai alam antara mesin mekanik dan matematika. Pada tahun 1822 Babbage mengusulkan untuk melakukan perhitungan deferensil (mesin deferensial). Pada tahun (1815-1842) Babbage dan Augusta Ada King bekerja sama untuk membuat komputer general-porpose atau yang disebut dengan analytical engine. Pada tahun 1980 Departemen Pertahanan Amerika Serikat menanamkan sebuah bahasa pemrograman dengan nama ADA.

Komponen Komputer
Secara fisik, Komputer terdiri dari beberapa komponen yang merupakan suatu sistem. Sistem adalah komponen-komponen yang saling bekerja sama membentuk suatu kesatuan. Apabila salah satu komponen tidak berfungsi, akan mengakibatkan tidak berfungsinya suatu komputer dengan baik. Komponen komputer ini termasuk dalam kategori elemen perangkat keras (hardware).
Berdasarkan fungsinya, perangkat keras komputer dibagi menjadi :
1. input divice (unit masukan)
2. Process device (unit Pemrosesan)
3. Output device (unit keluaran)
4. Backing Storage ( unit penyimpanan)
5. Periferal ( unit tambahan)
Unit Masukan ( Input Device )

Input devices atau unit masukan yang umumnya digunakan personal computer (PC) adalah keyboard dan mouse, keyboard dan mouse adalah unit yang menghubungkan user (pengguna) dengan komputer. Input device berfungsi sebagai media untuk memasukkan data dari luar sistem ke dalam suatu memori dan processor untuk diolah dan menghasilkan informasi yang diperlukan. Data yang dimasukkan ke dalam sistem komputer dapat berbentuk signal input dan maintenance input. Signal input berbentuk data yang dimasukkan ke dalam sistem komputer, sedangkan maintenance input berbentuk program yang digunakan untuk mengolah data yang dimasukkan.









KEYBOARD

Keyboard merupakan unit input yang paling penting dalam suatu pengolahan data dengan komputer. Keyboard dapat berfungsi memasukkan huruf, angka, karakter khusus serta sebagai media bagi pengguna untuk melakukan perintah yang diperlukan, seperti menyimpan file dan membuka file. Penciptaan keyboard komputer di ilhami oleh penciptaan mesin ketik yang dasar rancangannya di buat dan di patenkan oleh Christopher Latham pada tahun 1868 dan banyak dipasarkan pada tahun 1877 oleh Perusahaan Remington.
A. Struktur Tombol pada Keyboard
Secara umum, struktur tombol pada keyboard terbagi atas 4, yaitu:
1. Tombol Ketik (typing keys)
Tombol ketik adalah salah satu bagian dari keyboard yang berisi huruf dan angka serta tanda baca.
2. Numeric Keypad
Numeric keypad merupakan bagian khusus dari keyboard yang berisi angka dan sangat berfungsi untuk memasukkan data berupa angka dan operasi perhitungan.
3. Tombol Fungsi (Function Keys)
Tahun 1986, IBM menambahkan beberapa tombol fungsi pada keyboard standard. Tombol ini dapat dipergunakan sebagai perintah khusus yang disertakan pada sistem operasi maupun aplikasi.
4. Tombol kontrol (Control keys)
Tombol ini menyediakan kontrol terhadap kursor dan layar. Tombol yang termasuk dalam kategori ini adalah 4 tombol bersimbol panah di antara tombol ketik dan numeric keypad, home, end, insert, delete, page up, page down, control (ctrl), alternate (alt) dan escape (esc).

Gambar Bagian - bagian keyboard
B. Jenis-Jenis Keyboard
B.1.Berdasarkan Jenis Tombol Ketik :
a. Keyboard jenis QWERTY
Dibuat pertarna kali pada tahun 1873 oleh Perusahaan Remington untuk keperluan mesin ketik. Nama QWERTY diambilkan dari deretan huruf pada baris paling atas. Hampir semua komputer mengunakan keyboard jenis Qwerty. Sejak awal keyboard Qwerty diciptakan tidak memperhatikan masalah ergonomi, sehingga sangat memungkinkan timbulnya gangguan atau keluhan terhadap tubuh manusia dan lebih jauh lagi dapat menjadi penyebab penyakit akibat kerja. Untuk orang yang biasa bekerja dengan tangan kanan (right handed) ternyata tangan kiri hanya berfungsi 60 % dari waktu yang disediakan.
Keyboard QWERTY memiliki empat bagian yaitu :
1. typewriter key
2. numeric key
3. function key
4. special function key.
b. Keyboard jenis DVORAK
Dvorak dibuat pada tahun 1936. Keyboard Dvorak diciptakan berdasarkan prinsip kerja biomekanis dan efisiensi. Huruf-huruf yang ada pada baris tengah lebih sering diketuk kira-kira sampai 70 % dan perpindahan antar baris hanya sekitar 10 % sehingga kelelahan jari-jari sangat banyak berkurang.
c. Keyboard jenis KLOCKENBERG
Klockenberg dibuat dengan maksud menyempurnakan jenis keyboard yang sudah ada, yaitu dengan memisahkan kedua bagian keyboard (bagian kiri dan kanan). Bagian kiri dan kanan keyboard dipisahkan dengan sudut 15 derajat dan dibuat miring ke bawah. Selain dari pada itu, keyboard Klockenberg tombol-tombolnya dibuat lebih dekat (tipis) dengan meja kerja sehingga terasa lebih nyaman untuk bekerja.
Dari ketiga macam keyboard tersebut di atas, ternyata keyboard Qwerty yang tetap diusulkan sebagai keyboard resmi. Hal ini diperkuat dengan keputusan Amerika Serikat melalui Standard Institute pada tahun 1968 dan melalui ISO pada tahun 1971 yang menetapkan untuk tetap menggunakan keyboard Qwerty.
B.2. Berdasarkan Jenis Fisik
a. Keyboard Serial
Menggunakan DIN 5 male dan biasanya digunakan pada komputer tipe AT.

b. Keyboard PS/2
Biasanya digunakan pada komputer ATX dan saat ini yang paling banyak dipergunakan. Pemasangan keyboard tipe ini harus dilaksanakan dengan cermat, sebab port yang dimiliki sama dengan port untuk mouse.

c. Keyboard Wireless
Sesuai dengan namanya, keyboard tipe ini tidak menggunakan kabel sebagai penghubung antara keyboard dengan komputer. Jenis koneksi yang digunakan adalah infra red, wifi atau bluetooth. Untuk menghubungkan keyboard dengan komputer, dibutuhkan unit pemancar dan penerima. Unit pemancar biasanya terdapat pada keyboard itu sendiri, sedangkan penerima biasanya dipasang pada port USB atau serial pada CPU.


d. Keyboard USB
Komputer terbaru saat ini sudah banyak yang mempergunakan jenis konektor USB yang menjamin transfer data lebih cepat.

PANEN PASCA PANEN DAN PEMASARAN

Perlu di kethui bahawq produk hortikultura setelah panen tidak bisa dinaikan, hanya bisa dipertahankan. Pada saat panen kwalitas harus maksimal, dengan penanganann yang baik dapat dipertahankan untuk waktu yang lama. Indicator yang daapt digunakan untuk penentuan waktu panen yang tepat yaitu: kenampakan visual, indicator fisik, analisi kimiawi, indicator fisiologis, dan komputasi.

1. indicator fisik
sering digunakan khususnya pad beberapa komuditas buah.
Indikatornya: buah mudah tidaknya dilepaskan dari tangkainya, uji kesegaran buah denagn menggunkaan onenetrometer.
Uji kesegaran buah lebihobjektif, karena dapat dikuantitatifkan.
Prinsip kerjanya yitu;
Buah ditususk dengan suatu alat,besarnya tekanan yang diperlukan untuk menusuk buah meunjukan kesegaran buah.
Semakin besar tekanan yang diperlukan buah semakin segar , proses pengisiasn buah sudah maksimal dan siap dipanen.

2. indicator visual
Paling banyak dipergunakan baik pada komoditas bauh ataupun kimoditas sayur.
Dasarnya yaitu: perubahan warna, ukuran dll.
Sifatnya sangat subjektif , keterbatasan dari indra penglihatan manusia.
Sering salah pemenenan dialakukan terlalu muda/awal/atau terlalu tua/ lewat panen.

3. Ananilis kimia
Terbatas pada perusahan besar , lebih bayaak pada komoditas buah.
Indikator pengamtan: kandungan zat padat terlarut, kandungan asam, kandungan parti, kandungan gula
Metode analisis kimia lebih objektif dari visual karena terukur.
Dasarnya: terjadinya perubahan biokimia selama proses pemasakan buah.
Peruabahan yang sering terjadi: pati menjadi gula, menurunnya kadar asam, meningkanya zat padat terlarut.

4. indikator fisiologis
indikator utama: laju respirasi
sangat baik diterapkan pada komoditas yang bersifat klimaterik
saaat komoditas tercapai masak fisiologis respirainya mencapai klimaterik.
Apabila llaju respirasi suatu komoditas sudah mencapai klimaterik, siap dipanen.

5. komputasi
yang dihitung: junlah dari rata-rata harian selama satu siklus hidup tanaman mulai dari penanaman sampai masak fisiologis.
Dasarnya: adanya korelasi positif antara suhu lingkungan denagn oerytumbuhan tanaman.
Dapat diterapkan baik pada komoditas buah maupun sayur.





Penangan pasca panen:
 Pendinginan pendahulan: menurunkan komoditas menjadi lebih rendah dari suhu lapangan, sehingga mendekati suhu ruang simpan
 Pencucian: membersihkan komoditas dari kotoran yang melekat, menghilangkan bibit-bibit penyakit yang masih melekat.
 Pengeringan: menghilangkan air yang berlebih pada permukaan komoditas.
 Pelapisan dengan lilin: khususnya pada komoditas buah. Tujuannya yaitu agar mengurangi suasanan aerobik dalam buah dan memberikan perlindungan yang diperlukan terhadap organisme pembusuk.
 Sortasi mutu
 Pengepakan/pengemasan


Keuntungan pengemasan:
 Merupak unit penanganan yang efisien
 Merupakan unit penyimpanan yang mudah disimpan dalam gudang
 Melindungi dari kerusakan mekanik maupun kehilangan kadar air
 Menjaga kebersihan barang selama pengiriman
 Mengefisienkan proses pengiriman
 Menarik perhatian konsumen





Unit pengemasan
 Skala kecil: kemasan plastik,polietilen, selefon, plifilm, poli vinil klorida.
 Skala besar: peti, anyaman bambu, kotak, dan kerat.
 Yang perlu diperhatikan pada alat pengemas yaitu keberadaan ventilasi untuk sirkulasi udara.

Ruang simpan (baik digudang maupun selam proses pengangkutan ke pasar)
 Sanitasi ruang simpan: bebas hama dan penyakit gudang
 Suhu ruang simpan berfungsi untuk memprlambat laju respirasi dan traspirasi.
 Kelembaban udara ruang simpan berfungsi untuk menghambat laju traspirasi.
 Komposisi udara ruang simpan berfungsi untuk menghambat laju respirasi.

ANALISA MUTU KECAP

I. JUDUL : ANALISA MUTU KECAP
II. TUJUAN : - Melakukan analisa mutu kecap
- Membandingkan hasil analisa mutu kecap dengan persayaratan mutu yang telah di tentukan.
III. DASAR TEORI :
Kecap adalah cairan kental yang banyak mengandung protein diperoleh dari rebusan yang telah diragikan (difermentasi ) dan di tambah dengan gula, garam, dan bumbu-bumbu. Menurut Budi Hreronymus (1993) kecap adalah sari kedelai yang telah difermentasikan dengan atau tanpa penambah gula kelapa dan bumbu. Pada proses pengolahan kecap ini menggunakan bahan dasar kedelai. Kedelai berbiji hitam lebih disukai oleh produsen kecap karena dapat memberi warna hitam alami pada kecap yang diproduksi. Namun, karena terbatasnya produksi kedelai berbiji hitam maka produsen kecap lebih banyak menggunakan kedelai berbiji kuning. Merapi dan Cikuray, dua varietas unggul kedelai yang memiliki kadar protein tinggi (sekitar 42%) cocok dijadikan bahan baku kecap, namun bijinya relatif kecil. Mallika, varietas kedelai berbiji hitam yang dilepas pada tahun 2007, juga berbiji kecil (9,5 g/100biji) dengan kadar protein lebih rendah (37%).
Diduga bahwa RRC merupakan negara asal pembuatan kecap. Sedangkan di Indonesia sulit diketahui sejak kapan untuk pertama kalinya nenek moyang kita membuat kecap kedelai. Pada kenyataannya sampai sekarang kecap merupakan salah satu jenis makanan kesukaan masyarakat, baik di pedesaan maupun diperkotaan.
Dilihat dari kadungan gizinya, kecap kedelai ternyata masih memiliki protein dan kadar abu yang cukup tinggi. Sementara itu, komposisi asam amino pada kecap kedelai sebagian besar di dukung oleh asam glutamate, plorin, asam asportat dan leusin.
Dengan demikian mengkonsumsi kecap bukanlah sekedar rasa asam atau manis, akan tetapi Karena kecap kedelai memiliki zat gizi yang lengkap dengan asam aminonya.
Tabel 1. Komposisi zat gizi kecap kedelai dalam 100g
No Zat gizi Kecap
1. Energi 86 kalori
2. Air 57,4 g
3. Lemak 0,6 g
4. Karbohidrat 15,1 g
5. Serat 0,6 g
6. Abu 21,4 g
7. Kalsium 85 g
8. Protein 5,5 g
9. Besi 4,4 g
10. Vitamin B1 0,04 g
11. Vitamin B2 0,17 g

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI


Tabel 2. Komposisi asam amino kecap kedelai (mg/g nitrogen total)
No Asam Amino Kecap (mg/g)
1. Nitrogen 0,92
2. Isolensin 270
3. Leusin 430
4. Lisin 350
5. Mitionin 49
6. Sistin 57
7. Fenilalanin 210
8. Tronin 190
9. Triptofan 30
10. Valin 290
11. Arginin 110
12. Histidin 54
13. Alanin 290
14. Asam asportat 480
15. Asam glutamate 1.260
16. Glisin 260
17. Prolin 520
18. Serin 410
Sumber : Direktorat Gizi department Kesehatan RI



Proses Pembuatan Kecap Kedealai

Keterangan :

IV. Bahan dan Alat :
a. Bahan :
- Larutan K2CrO4
- Indikator PP
- Larutan Formaldehid
- Larutan AgNO3 0,1 N
- Larutan NaOH 0,1 N

b. Alat :
- Neraca analitik
- Cawan Porselen
- Erlenmeyer
- Buret dan Statip
- Corong gelas
- Kertas penyaring
- Tanur
- Pipert volume
- Pipet ukur
- Hand Refraktometer
- Ball pipet
V. Langkah Kerja :
1. Penetapan kadar abu
1) Menibang sampel 10 g pada cawan porselen.
2) Memasukan sampel pada tanur pengabuan pada suhu 550oC.Pengabuan berakhir sampai sampel berwarna putih.
3) Menimbang sampel sampai bobot konstan.
4) Meghitung kadar abu pada sampel.
% Kadar abu = (cawan kosong + abu) - cawan kosong x 100%
g sampel


2. Penetapan kadar protein metode formaldehid
1) Menimbang sampel 10 g didalam cawan porselen.
2) Melakukan proses pengabuan. Sampai sampel seluruhnya menjadi abu.
3) Memasukan hasil pengabuah kedalam labu ukur 100 ml. Tambahkan aquadest sampai tanda batas. Kocok sampai homogen.
4) Meyaring sampel dengan menggunakan kertas saring.
5) Memipet 10 ml filtrat dan masukan ke dalam Erlenmeyer.
6) Menambahkan 0,4 ml K2CrO4 dan 1 ml indikator PP.
7) Titrasi dengan NaOH 0,1 N. Titrasi berakhir hingga sampel berwarna merah muda.
8) Menambahkan 2 ml foramldehid.
9) Titrasi dengan menggunakan NaOH 0,1 N. Titik titrasi berakhir hingga sampel berwarna merah muda.
10) Mencatat volume titrasi.

% N =

% Protein = % N x Faktor konversi (6,25)

3. Penetapan kadar NaCl metode mhor
1) Menimbang sampel 10 g di dalam cawan porselen.
2) Melakkan proses pengabuan. Hingga sampel seluruhnya menjadi abu.
3) Memasukan hasil pengabuan kedalam labu ukur 100 ml. Tambahkan aquadest sampai tanda batas. Kocok sampai homogen.
4) Meyaring sampel dengan menggunakan kertas saring.
5) Memipet filtar 25 ml dan mentitrasi dengan AgNO3 0,1 N. Titrasi berakhir hingga berwarna merah muda dan adanya edapan.
6) Mencatat volume titrasi.

% NaCl =


4. Penetapan 0Brix (Total Padatan Terlarut)
1) Membersihkan Hand Refraktometer dengan menggunakan alkohol.
2) Meneteskan 1-2 aquadest di lensa refraktometer untuk standarisasi.
3) Membersihkan lensa sampai kering.
4) Meneteskan 1-2 sampel pada lensa Hand Refraktometer.
5) Mencatat oBrix yang di tunjukan pada alat.



VI. HASIL ANALISA
Tabel 3. Syarat Mutu Kecap Berdasarkan SNI 1-3543-1999
No Kriteria Mutu Satuan Persyaratan
1. Keadaan:
1.1 Bau - normal
1.2 Rasa - khas
2. Protein (N x 6,25)
a. Kecap Manis
b. Kecap asin
% b/b
% b/b
min. 2,5
min. 4,0
3. Padatan terlarut % b/b 10
4. NaCl
a. Kecap Manis
b. Kecap asin
% b/b
% b/b
min. 3
min. 5
5. Pengawet :
5.1 Benzoat mg/kg maks. 600
5.2 Metal p-hidroksibenzoal mg/kg maks. 250
5.3 Propil p-hidroksibenzoat mg/kg maks. 250
6. Pewarna tambahan - Sni 01-0222-1999
7. Cemaran logam :
7.1 Pb mg/kg maks. 1,0
7.2 Cu mg/kg maks. 30,0
7.3 Zn mg/kg maks. 40,0
7.4 Sn mg/kg maks. 40,0
7.5 Hg mg/kg maks. 0,05
7.6 As mg/kg maks. 0,5
8. Cemaran mikroba:
8.1 E-coli APM/g <3
8.2 Kapang/khamir kol/g maks. 50
Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 1999

Tabel 4. Syarat Mutu Kecap
No Karakterstik Syarat Mutu
Manis Sedang Asin
1. Bau, Rasa, Warna khas kecap khas kecap khas kecap
2. Kadar nitrogen total, % b/b min 0,32 0,48 0,60
3. Kadar Sakarosa, % b/b min 20 10-20 maks. 10
4. Kadar NaCl, % b/b 5,0 10 20
5. Logam berbahaya(Pb, Hg, Cu, dan As) negatif negatif negatif
6. Jamur negatif negatif negatif
Sumber : Satandar Mutu Barang-Barang Perdagangan Departemen Perdagangan Koperasi (1979)

Tabel 5 Data Hasil Analisa
Sampel Kadar Abu Kadar protein Kadar NaCl Kadar oBrix
1 9,16 % 87,55 % 2,05 % 58 %
2 5,84 % 65,66 % 0,79 % 60 %
3 17,26 % 87,55 % 3,64 % -
4 17,99 % 87,55 % 2,77 % -


VII. PEMBAHASAN
Pada sampel kecap yang disediakan analisa yang dilakukan yaitu penetapan kadar abu, penetapan kadar protein, kadar NaCl, penetapan kadar 0Brix. Sampel yang dilakukan pengujian yaitu ada 2 jenis kecap yaitu kecap manis dan kecap asin.
1. Penetapan Kadar abu
Pada analisa kadar abu ada hubungannya dengan mineral yang terdapat pada kecap. Mineral yang terdapat pada sampel merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Prinsip dari proses pengabuan ini yaitu untuk mengetahui sisa pembakaran garam mineral tersebut. Pada penetapan kadar abu hasil yang didapatkan sampel 1 (19,%), sampel 2 (5,84 %), sampel 3 (17,26 %), dan sampel 4 (17,99 %). Dari semua sampel didapatkan bahwa kadar abu terlalu tinggi.
Dengan kadar abu yang didapatkann tinggi mencirikan bahwa sisa dari proses pembakaran garam organik dan anorganik tidak sempurna. Sisa pembakaran tinggi disebabkan leoh beberapa akibat diantaranya yaitu pada saat pemabakaran garam- garam tersebut tidak terbakar secara sempurna, penyebab yang lain yaitu adanya mineral lain yang terbentuk sabagai senyawa kompleks yang bersifat organis sehingga tidak terbakar secara sempurna.



2. Penetapan kadar protein
Pada penetapan kadar protein pada kecap dilakukan dengan metode titrasi formol. Metode titrasi formol tersebut berfungsi hanya untuk menetukan suatu proses terjadinya pemecahan protein dan kurang tepat untuk penentuan protein. Maka hasil yang didapatkan dari metode tersebut tidak akan akurat. Berdasarkan hasil analisa di dapatkan bahwa sampel 1 (87,55,%), sampel 2 (65,66 %), sampel 3 (87,55 %), dan sampel 4 (87,55 %). Berdasarkan SNI kadar protein untuk kecap manis minimal 3,5 % dan kecap asin minimal 4,0 %.Sedangkan berdasarkan Departmen Perdagangan untuk kecap manis minimal 0,32 % dan kecap asin minimal 0,60%.
Maka hasil dari analisa semua sampel memenuhi pesrsayaratan SNI dan Departemen Perdagangan, tetapi walaupun begitu hasil yang didapatkan terlalu tinggi. Kita ketahui bahwa bahan dasar yang digunakan pada proses pengolahan kecap yaitu kacang kedelai, kadar protein pada kacang kedelai yaitu 40 %. Maka hasil yang didapatkan tidak akan mungkin menghasilkan protein labih dari 40 % karena protein akan mengalami pengurangan pada bahan pada saat proses pengolahan. Metode yang digunakan pada analisa kecap tidak sesuai itu hanya untuk menentukan kadar protein secara kwalitatif.




3. Penetapan kadar NaCl
Pada penetepan kadar NaCl menggunakan metode Mhor, pada saat titrasi dengan larutan AgNO3 akan menghasilkan endapan. Reaksi yang berlangsung pada saat titrasi yaitu NaCl + AgNO3 → AgCl + NaO3.
Bedasarkan hasil analisa maka didapatkan bahwa sampel 1 (2,05,%), sampel 2 (0,79 %), sampel 3 (3,64 %), dan sampel 4 (2,77 %). Berdasarkan SNI untuk kadar NaCl yaitu untuk kecap manis minimal 3,0% dan kecap asin minimal 5,0%, persyaratan berdasarkann Departemen Perdagangan yaitu untuk kecap manis 5,0% dan kecap asin 20 ,0%. Maka dari itu hasil yang didapatkan tidak memenuhi persayarta SNI dan persyaratan Departemen Perdagangan. Kadar NaCl pada kecap selain berfungsi sebagai penguat rasa tetapi berfungsi juga sebagai pengawet.
4. Penetapan kadar oBrix
Pada penetapan kadar oBrix dialakukan dengan manggunakan Hand Refraktometer. Analisa tersebut bertujuan untuk mengetahui kemurnian gula. Tiap-tiap jenis gula mempunyai indeks bias tertentu sehingga dengan mengetahu indeks bias masing-masing senyawa dapat diketahui penyususnan senyawa tersebut.
Pada penetapan kadar oBrix hanya sampel kecap manis yang dilakukan analisa. Beradasarkan hasil analisa sampel 1 (58%), sampel 2 (60%) berdasarkan persyaratan SNI yaitu 10 %. Maka hasil analisa tidak memenuhi persyaratan SNI. Hal-hal yang mempengaruhi suatu indeks bias(oBrix) yaitu panjang gelombang sinar dan suhu pengukuran




DAFTAR PUSTAKA

 Winarno F.G, 1997, Kimia Pangan dan Gizi, PT. Gramedia : Jakarta.
 Sudarmadji, 1996, Analisa Bahan Makanan dan Pertanian, Liberty Yogyakarta : Yogyakarta.
 Budi Hieronymus, 1993, Kecap dan Tauco Kedelai, Penerbit Kanisus: Yogyakarta.
 BSN, 1999, SNI 1 -3543-1999, Badan Standarisasi Nasional : Jakarta.
 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2003, Jakarta Selatan