Jumat, 29 Mei 2009

Faktor-faktor yang Menyebabkan Pangan Rusak Pendinginan dan Pembekuan

Faktor-faktor yang Menyebabkan Pangan Rusak
Pendinginan dan Pembekuan

Pertumbuhan bakteri di bawah suhu 100C akan semakin lambat dengan semakin rendahnya suhu. Pada saat air dalam bahan pangan membeku seluruhnya, maka tidak ada lagi pembelahan sel bakteri. Pada sebagian bahan pangan air tidak membeku sampai suhu –9,50C atau di bawahnya karena adanya gula, garam, asam dan senyawa terlarut lain yang dapat menurunkan titik beku air.
Lambatnya pertumbuhan mikroba pada suhu yang lebih rendah ini menjadi dasar dari proses pendinginan dan pembekuan dalam pengawetan pangan. Proses pendinginan dan pembekuan tidak mampu membunuh semua mikroba, sehingga pada saat dicairkan kembali (thawing), sel mikroba yang tahan terhadap suhu rendah akan mulai aktif kembali dan dapat menimbulkan masalah kebusukan pada bahan pangan yang bersangkutan.

Pendinginan
Pendinginan umumnya merupakan suatu metode pengawetan yang ringan, pengaruhnya kecil sekali terhadap mutu bahan pangan secara keseluruhan. Oleh sebab itu pendinginan seperti di dalam lemari es sangat cocok untuk memperpanjang kesegaran atau masa simpan sayuran dan buah-buahan. Sayuran dan buah-buahan tropis tidak tahan terhadap suhu rendah dan ketahanan terhadap suhu rendah ini berbeda-beda untuk setiap jenisnya. Sebagai contoh, buah pisang dan tomat tidak boleh disimpan pada suhu lebih rendah dari 130C karena akan mengalami chilling injury yaitu kerusakan karena suhu rendah. Buah pisang yang disimpan pada suhu terlalu rendah kulitnya akan menjadi bernoda hitam atau berubah menjadi coklat, sedangkan buah tomat akan menjadi lunak karena teksturnya rusak.


Pembekuan
Pembekuan adalah proses penurunan suhu bahan pangan sampai bahan pangan membeku, yaitu jika suhu pada bagian dalamnya paling tinggi sekitar –180C, meskipun umumnya produk beku mempunyai suhu lebih rendah dari ini. Pada kondisi suhu beku ini bahan pangan menjadi awet karena mikroba tidak dapat tumbuh dan enzim tidak aktif. Sayuran dan buah-buahan umumnya diblansir dahulu untuk menginaktifkan enzim sebelum dibekukan. Bahan pangan seperti daging dapat disimpan antara 12 sampai 18 bulan, ikan dapat disimpan selama 8 sampai 12 bulan dan buncis dapat disimpan antara 12 sampai 18 bulan.

Pengeringan
Kondisi pertumbuhan yang baik pada mikroba umumnya mengandung sekitar 80% air. Air ini diperoleh dari bahan pangan tempat tumbuhnya. Jika air yang terdapat dalam bahan pangan tersebut dihilangkan maka tidak ada lagi air yang dapat digunakan untuk tumbuhnya sehingga mikroba tidak dapat tumbuh dan berkembang biak.
Bakteri dan kamir umumnya membutuhkan air relatif lebih banyak untuk pertumbuhannya dibandingkan dengan kapang. Kapang sering ditemukan tumbuh pada makanan setengah basah dimana bakteri dan kamir sulit tumbuh. Sebagai contoh pada buah-buahan kering atau roti, umumnya kapang masih dapat tumbuh dengan subur.
Demikian pentingnya kebutuhan air untuk pertumbuhan bagi mikroba, maka menurunkan kadar air bahan pangan dengan cara pengeringan merupakan metode pengawetan yang efektif terhadap serangan mikroba. Pengeringan pangan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan pengeringan buatan menggunakan alat pengering.

Seperti halnya pembekuan, pengeringan baik parsial maupun penuh tidak dapat mematikan semua mikroba yang ada dalam bahan pangan yang dikeringkan tersebut. Produk pangan kering umumnya kurang steril sehingga meskipun bakteri tidak dapat tumbuh pada makanan kering pertumbuhan mikroba dapat terjadi kembali jika makanan kering tersebut dibasahkan kembali, kecuali jika makanan tersebut segera dikonsumsi atau disimpan pada suhu rendah.

Pemberian Asam
Asam pada konsentrasi yang cukup dapat menyebabkan kerusakan protein yang disebut denaturasi. Oleh karena sel mikroba terbentuk dari protein, maka pemberian asam dari mikroba lainnya sehingga sering asam yang dihasilkan oleh sejenis mikroba dalam suatu proses fermentasi akan menghambat pertumbuhan jenis mikroba lain dalam bahan pangan tersebut. Dengan demikian pada proses fermentasi tersebut akan terjadi proses seleksi, yaitu mikroba pembusuk yang umumnya bersifat proteolitik akan terhambat pertumbuhannya.
Dalam pengawetan dengan asam, asam dapat dihasilkan oleh kultur bakteri pembentuk asam yang ditambahkan ke dalam bahan pangan. Asam juga dapat ditambahkan dengan sengaja dalam bentuk senyawa kimia seperti asam sitrat atau asam fosfat ke dalam minuman. Beberapa bahan pangan seperti sari buah jeruk atau sari buah nanas sudah mengandung asam secara alami sehingga secara alami pula memberikan pengaruh pengawetan terhadap sari buah tersebut. Pada umumnya derajat keasaman pada bahan pangan yang dapat diterima secara organoleptik tidak pernah cukup untuk menghambat pertumbuhan mikroba secara keseluruhan. Oleh sebab itu selalu ada proses pengawetan tambahan terhadap bahan-bahan pangan sejenis ini.
Kombinasi asam dengan panas memberikan pengaruh pemusnahan mikroba yang lebbih tinggi. Bahan pangan yang memiliki pH lebih rendah umumnya membutuhkan waktu sterilisasi yang relatif lebih singkat pada suhu yang sama dibandingkan dengan bahan pangan yang memiliki pH lebih tinggi. Sebagai contoh,untuk memusnahkan spora pada sop jagung dengan pH 6,45 dibutuhkan pemanasan pada suhu 1000C selama 255 menit, sedangkan pada buah per dengan pH 3,75 hanya dibutuhkan pemanasan pada suhu 1000C selama 30 menit.


Pemberian Gula dan Garam
Gula dan garam merupakan bahan yang efektif untuk pengawetan karena sifatnya yang dapat menarik air dari dalam sel mikroba sehingga sel menjadi kering karena proses osmosis. Pengawetan pangan dengan pemberian garam dilakukan pada pengasinan ikan, sedangkan pemberian gula dilakukan pada pengawetan buah-buahan dalam sirup dalam bentuk manisan.
Jenis mikroba yang berbeda mempunyai kepekaan terhadap osmosis oleh gula atau garam yang berbeda pula. Kapang dan kamir umumnya lebih toleran terhadap gula dan garam daripada bakteri. Oleh sebab itu dalam pangan bergula seperti jem atau jeli, kapang dan kamir kadang-kadang ditemukan sedangkan bakteri tidak dapat tumbuh.

Pengasapan
Pengasapan adalah salah satu cara pengawetan pangan yang sudah dipraktekkan sejak lama dalam pengasapan daging dan ikan. Bandeng asap adalah salah satu produk pengasapan yang sudah banyak dijual di pasar.
Proses pengawetan yang ditimbulkan dari pengasapan terjadi karena kombinasi beberapa faktor. Asap sebagai hasil pembakaran kayu mengandung sejumlah kecil formaldehide dan senyawa lain yang bersifat sebagai pengawet. Disamping itu dalam pengasapan juga ada faktor panas yang diberikan yang berfungsi membunuh mikroba. Pengasapan juga menyebabkan bahan pangan yang diasap menjadi kering karena menguapnya air dari dalam bahan pangan yang juga memberikan pengaruh pengawetan.
Pengasapan selain untuk tujuan pengawetan juga bertujuan untuk memberikan citarasa asap yang khas pada bahan pangan. Jika pemberian citarasa lebih diutamakan seringkali pengasapan ini dikombinasikan dengan metode pengawetan lain, misalnya dengan pengalengan atau pendinginan dan pembekuan.

Pembuangan Udara
Membuang udara dari kemasan yang berisi bahan pangan merupakan salah satu cara pengawetan karena mikroba pembusuk aerobik membutuhkan udara khususnya oksigen untuk hidup. Pembuangan udara ini juga dapat mencegah terjadinya oksidasi minyak dan lemak. Cara-cara yang sudah dipraktekkan untuk menghindari kontak oksigen dengan bahan pangan misalnya pemberian pelapis lilin pada keju atau melapisi bahan pangan dengan film plastik elastis yang kedap oksigen. Cara-cara lain adalah mengganti udara dalam kemasan dengan gas nitrogen atau memasukkan tablet penyerap oksigen ke dalam kemasan.

Penambahan Bahan Tambahan Pangan
Banyak bahan kimia yang dapat membunuh mikroba atau menghentikan pertumbuhannya tetapi beberapa bahan kimia ini tidak diijinkan untuk digunakan dalam makanan dan minuman. Sejumlah kecil bahan tambahan pangan yang bersifat pengawet yang diperbolehkan untuk ditambahkan ke dalam bahan makanan misalnya : asam benzoat atau natrium benzoat, asam sorbat, natrium atau kalsium propionat dan sulfur oksida. Asam atau natrium benzoat umum ditambahkan ke dalam pangan berkadar gula tinggi seperti sirup, jem jeli, minuman dsb. Natrium dan kalsium propionat sering ditambahkan ke dalam produk bakery seperti roti, biskuit dan sejenisnya. Sedangkan sulfur dioksida sering ditambahkan sebagai pemutih meskipun senyawa ini juga berfungsi sebagai pengawet, misalnya pada produk-produk kering putih seperti tepung pisang, manisan pala dsb. Bahan pengawet ini hanya diperbolehkan digunakan dalam dosis tertentu saja.

Radiasi
Pertumbuhan mikroba dapat dihambat dengan berbagai jenis radiasi seperti radiasi sinar-X, radiasi sinar ultra violet dan radiasi ionisasi yang disebut iradiasi. Dengan dosis tertentu radiasi dapat mematikan mikroba dan menginaktifkan enzim dalam bahan pangan. Radiasi ionisasi atau iradiasi dengan sinar-g saat ini umum dilakukan untuk berbagai jenis bahan pangan mentah dari mulai rempah-rempah sampai udang beku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar